Entri Populer

15 November 2011

Orang Islam merayakan ulang Tahun, Bolehkah ??

Dalam catatan di 
Tabloid NOVA, 679/XIV, 
4 Maret 2001, ternyata 
tradisi perayaan ulang 
tahun sudah ada di 
Eropa sejak berabad- 
abad silam. Orang- 
orang pada zaman itu 
percaya, jika seseorang 
berulang tahun, setan- 
setan berduyun-duyun 
mendatanginya. Nah, 
untuk melindunginya 
dari gangguan para 
makhluk jahat tersebut, 
keluarga dan kerabat 
pun diundang untuk 
menemani, sekaligus 
membacakan doa dan 
puji-pujian bagi yang 
berulang tahun. 
Pemberian kado atau 
bingkisan juga 
dipercaya akan 
menciptakan suasana 
gembira yang akan 
membuat para setan 
berpikir ulang ketika 
hendak mendatangi 
orang yang berulang 
tahun. ini memang 
warisan zaman 
kegelapan Eropa. 
berdasarkan catatan 
tersebut, awalnya 
perayaan ulang tahun 
hanya diperuntukkan 
bagi para raja. Mungkin, 
karena itulah sampai 
sekarang di negara- 
negara Barat masih ada 
tradisi mengenakan 
mahkota dari kertas 
pada orang yang 
berulang tahun. Namun 
seiring dengan 
perubahan zaman, 
pesta ulang tahun juga 
dirayakan bagi orang 
biasa. Bahkan kini siapa 
saja bisa merayakan 
ulang tahun. Utamanya 
yang punya duit. 
Jadi Tradisi ulang tahun 
sama sekali tidak 
memiliki akar sejarah 
dalam islam. Islam tak 
pernah diajarkan untuk 
merayakan ulang tahun. 
Kalo pun kemudian ada 
orang yang berargumen 
bahwa dengan 
diperingatinya Maulid 
Nabi, hal itu menjadi 
dalil kalo ulang tahun 
boleh juga dalam 
pandangan Islam. Maka 
ini adalah argumen 
yang gegabah 
Karena pasti Rasulullah 
SAW sendiri tak pernah 
mengajarkan kepada 
kita melalui hadisnya 
untuk merayakan 
maulid Nabi. Maulid 
Nabi, itu bukan untuk 
diperingati, tapi 
tadzkirah, alias 
peringatan. Maksudnya? 
Kalo kita baca buku 
tarikh Islam, di situ ada 
catatan bahwa Sultan 
Shalahuddin al-Ayubi 
amat prihatin dengan 
kondisi umat Islam pada 
saat itu. Di mana bumi 
Palestina dirampas oleh 
Pasukan Salib Eropa. 
Sultan Shalahuddin 
menyadari bahwa umat 
ini lemah dan tidak 
berani melawan 
kekuatan Pasukan Salib 
Eropa yang berhasil 
menguasai Palestina, 
lebih karena mereka 
udah kena penyakit 
wahn (cinta dunia dan 
takut mati). Mereka bisa 
begitu karena 
mengabaikan salah satu 
ajaran Islam, yakni 
jihad. Bahkan ada di 
antara mereka yang 
nggak ngeh dengan 
perjuangan Rasulullah 
SAW dan para 
sahabatnya. 
untuk menyadarkan 
kaum muslimin tentang 
pentingnya perjuangan, 
Sultan Shalahuddin 
menggagas ide 
tersebut, yakni 
tadzkirah terhadap 
Nabi, yang kemudian 
disebut-entah siapa 
yang memulainya- 
sebagai maulid nabi. 
Tujuan intinya 
mengenalkan kembali 
perjuangan Rasulullah 
dalam mengembangkan 
Islam ke seluruh dunia. 
Singkat cerita, kaum 
muslimin saat itu sadar 
dengan kelemahannya 
dan mencoba bangkit. 
Karuan aja, 
berkobarlah semangat 
jihad dalam jiwa kaum 
muslimin, dan bumi 
Palestina pun kembali 
ke pangkuan Islam, 
tentu setelah mereka 
mempecundangi 
Pasukan Salib Eropa. 
Jadi Maulid nabi bukan 
dalil dbolehkannya 
pesta ultah. 
kita kembali ke soal 
pesta ultah ini. Jadi 
pesta ultah itu bukan 
warisan Islam. Tapi 
warisan asing, alias 
ajaran di luar Islam. 
Lalu gimana kalo kita 
melakukannya? 
Berdosakah?karena 
tradisi itu adalah tradisi 
orang-orang Eropa, 
yang saat itu 
berkembang ajaran 
Kristen, maka pesta 
ultah tentu saja 
merupakan tradisi kaum 
non-muslim. Kalo kita 
melakukannya? Dosa 
dong. Rasulullah SAW 
bersabda : 
“Barangsiapa 
menyerupai suatu 
kaum, maka dia 
termasuk dalam 
golongan mereka.” (HR. 
Abu Dawud). Dalam 
riwayat lain. Rasulullah 
SAW bersabda : “Kamu 
telah mengikuti sunnah 
orang-orang sebelum 
kamu sejengkal demi 
sejengkal, sehasta demi 
sehasta. Sehingga jika 
mereka masuk ke dalam 
lubang biawak, kamu 
tetap mengikuti 
mereka. Kami 
bertanya : Wahai 
Rasulullah, apakah yang 
engkau maksudkan itu 
adalah orang-orang 
Yahudi dan orang-orang 
Nasrani? Baginda 
bersabda: Kalau bukan 
mereka, siapa 
lagi?” (HR. Bukhari 
Muslim). dari sini jelas 
bahwa hukum 
merayakan ultah adalah 
haram. Berdosa. 
mungkin ada 
pertanyaan begini, 
“Bolehkah merayakan 
ulang tahun dalam arti 
berdoa atau mendoakan 
agar yang berulang 
tahun selamat, sehat, 
takwa, panjang umur, 
dan seterusnya. Semua 
itu dilakukan dengan 
cara dan isi doa yang 
syar’i, tanpa upacara 
tiup lilin dan sebagainya 
seperti cara Barat, lalu 
dilanjutkan acara 
makan-makan. 
Bolehkah?” 
Jawabannya, berdoa 
dan makan-makan 
adalah halal. Tetapi bila 
dilakukan pada hari 
seseorang berulang 
tahun, maka akan 
terkena hukum haram 
ber-tasyabbuh bil 
kuffar. Jadi di sini akan 
bertemu hukum haram 
dan halal. Dalam kondisi 
seperti ini wajib 
diutamakan yang haram 
daripada yang halal 
sebab kaidah syara’ 
menyebutkan : “Idza 
ijtama’a al halaalu wal 
haraamu, ghalaba al 
haramu al halaala.” 
Artinya, “Jika bertemu 
halal dan haram (pada 
satu keadaan) maka 
yang haram 
mengalahkan yang 
halal.” (Kitab as-Sulam, 
Abdul Hamid Hakim). 
Dengan demikian, jika 
merayakan ultah 
diartikan sebagai 
“berdoa dan makan- 
makan”, dan 
dilaksanakan pada hari 
ultah, hukumnya haram, 
sesuai kaidah syar’i di 
atas. Akan tetapi jika 
dilaksanakan bukan 
pada hari ultah, maka 
hukumnya –wallahu 
a’lam bi ash shawab– 
menurut pemahaman 
kami adalah mubah 
secara syar’i. Sebab hal 
itu tidak termasuk 
tasyabbuh bil kuffar 
karena yang dilakukan 
pada faktanya adalah 
“berdoa plus makan- 
makan”, yang mana 
keduanya adalah boleh 
secara syar’i. Lagi pula 
hal itu dilakukan tidak 
pada hari ultah 
sehingga di sini tidak 
terjadi pertemuan halal 
dan haram sebagaimana 
kalau acara tersebut 
dilaksanakan pada hari 
ultah. Wallahu a’lam. 
Allah SWT Berfirman : 
“Barangsiapa mencari 
agama selain agama 
Islam, maka sekali-kali 
tidaklah akan diterima 
(agama itu) 
daripadanya, dan dia di 
akhirat termasuk 
orang-orang yang 
rugi.” (QS. ali Imrân 
[3] : 85). dan “Dan 
janganlah kamu 
mengikuti apa yang 
kamu tidak mengetahui 
tentangnya. 
Sesungguhnya 
pendengaran, 
penglihatan, dan hati, 
semuanya akan dimintai 
pertanggungjawabannya.” (QS. 
al-Isrâ’ [17] : 36). 
Rasullah SAW juga 
bersabda : Belum 
sempurna keimanan 
salah seorang di antara 
kalian, sebelum hawa 
nafsunya mengikuti apa 
yang aku bawa (al- 
Qur’an). (Hadits ke-41 
dalam Hadits al-Arba’in 
karya Imam Nawawi).