
Oleh : Abu Asybal Usamah
Segala puji bagi Allah ‘Azza wajalla,
Yang menghidupkan dan mematikan makhluk-Nya, Yang memegang ubun-ubun
mereka. Tiada kekuatan di alam ini yang mampu memberikan manfaat dan
madharat kecuali atas izin-Nya. Shalawat dan salam senantiasa mengiringi
ingatan kita, agar lidah senantiasa basah dengannya, teruntuk bagi
junjungan mulia, Muhammad bin Abdullah, istri-istri, keluarganya, para
sahabat dan orang-orang yang teguh berjuang menegakkan Dinullah.
Kecintaan terhadap kalimat Allah, kaum
mukminin dan din-Nya adalah merupakan salah satu dari syarat kalimat Laa
ilaaha illallah. Allah Ta’ala berfirman :
و من الناس من يتخذ من دون الله أندادا يحبونهم كحب الله و الذين آمنوا أشد حبا لله
“Dan sebagian manusia ada yang
menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah, mereka mencintainya
sebagaimana cinta mereka kepda Allah, sedangkan orang beriman sangat
cinta kepada Allah”(Qs Al-Baqarah 165)
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
”Ada tiga perkara jika ada pada diri
seseorang , ia akan mendapatkan manisnya iman. Ia mencintai Allah dan
Rasul-Nya melebihi segalanya, mencintai seseorang karena Allah dan benci
kembali pada kekufuran sebagaimana ia benci dilemparkan ke neraka
setelah diselamatkan darinya”(HR Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, jika kita menginginkan
iman kita sehat, tidak dikotori dengan hal-hal yang dapat membinasakan
iman kita, maka kita mesti mencintai syariat Allah ‘Azza wajalla. Dan menghilangkan rasa benci terhadap syari’at Allah ‘Azza wajalla. Allah Ta’ala berfirman:
ذلك بأنهم كرهوا ما انزل الله فأحبط أعمالهم
“Yang demikian itu karena mereka membenci apa yang diturunkan oleh Allah, maka Allah hapuskan amalan mereka”(Qs Muhammad 9)
Ayat diatas
menunjukkan bahwa kebencian terhadap apa yang diturunkan oleh Allah
adalah merupakan bentuk dari kekufuran atau nifaq. Sebagaimana orang –
orang munafiq terdahulu (dan disetiap zaman) amat benci dengan para
sahabat dan juga syari’at yang menjadi system yang mengatur madinah
dibawah pengawasan Rasulullah SAW. Maka, kejernihan Tauhid seseorang dan
kebenaran imannya (shidqul iman) adalah salah satunya mencintai syari’at Allah Subhanahu wata’ala. Allah Jalla fi ‘Ula berfirman tentang orang yang Ia tetapkan Iman kepada mereka:
“Akan tetapi Allah menjadikan kalian
cinta pada iman dan menghiasinya dihati kalian. Dan Ia juga menjadilkan
kalian benci terhadap kekufuran, kefaiskan dan maksiat”(Qs Al-Hujurat 7)
Benci terhadap jihad adalah ciri kemunafikan
Sebagaimana dijelaskan tadi bahwa benci
terhadap syari’at Allah adalah suatu kekufuran dan nifaq yang dapat
menghapus Iman dari dada. Bagaimana tidak, sedangkan Jihad adalah puncak
dari ubudiyyah seorang hamba kepada Rabbnya. Puncak dari syari’at Islam
yang mengayomi syari’at-syari'at lain dan yang mebentengi Dinul Islam
dari rongrongan musuh-musuhnya. Agar kalimat Allah tetap berkibar. Maka,
Jihad adalah jalan yang membedakan antara orang yang imannya benar dan
dusta. Apabila imannya dusta maka dia akan meninggalkan jihad dengan
alasan apapun. Sedangkan orang yang teguh imannya, ia akan senantiasa
berusaha terus untuk bisa ikut andil dalam Jihad fisabilillah. Allah Subhanahu wata’ala menjelaskan dan menyingkap sifat menuafiqin:
“Sesungguhnya yang akan meminta izin
(meniggalkan jihad) kepadamu (wahai Muhammad), hanyalah orang-orang
yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hati hati mereka
ragu-ragu karena itu mereka selalu bmbang dalam keragu-raguan”(Qs At-Taubah 45)
Sedangkan ayat sebelumnya Allah menegaskan bagaimana sifat orang-orang beriman kepada Allah ‘Azza wajalla.
“Orang-orang beriman kepada Allah
dan hari akhir, tidak akan meminta izin kepadamu (wahai Muhammad) untuk
(tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri. Dan Allah mengetahui
orang-orang yang bertakwa ”(Qs At-Taubah 44)
...benci terhadap jihad adalah ciri kemunafikan Sebagaimana dijelaskan tadi bahwa benci terhadap syari’at Allah adalah suatu kekufuran dan nifaq yang menghapus Iman dari dada...
Allah secara jelas dan gamblang
menempatkan sifat keimanan digandengkan dengan Jihad yaitu orang
berjihad adalah mereka yang memiliki keimanan. Karena orang beriman tau
hakekat jihad dan kedudukakannya, harga surga yang begitu mahal yang
hanya bisa dibayar dengan pengorbanan jiwa dan harta untuk menegakkan
dinullah. Dunia tak berharga baginya, tidak ada yang berharga didalamnya
kecuali sesuatu yang diperuntukkan untuk-Nya.
Bahkan salafushshalih, teladan dari
ummat, merasa sangat sedih ketika tidak bisa berangkat ke medan jihad,
menemani Rasulullah merasakan debu yang menjadi saksi dihari kiamat
nanti atas perjuangan mereka membela agama Allah, meskipun mereka
berhalangan dan uzur. Allah menggambarkan ghirah mereka dalam Al-qur’an:
“Dan tiada (pula dosa) atas
orang-orang yang apabila mereka dating kepadamu, supaya kamu memberikan
kendaraan, lalu kamu mengatakan: “Aku tidak memperoleh kendaraan umtuk
membawamu”. Lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran airmata
karena sedih, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang mereka
nafkahkan”(Qs At-Taubah 92)
“Apakah kalian
mengira akan masuk surge sedangkan belum nyata bagi Allah orang-orang
yang berjihad diantara kamu dan belum nyata-nyata sabar”(Qs Ali ‘Imran 142)
“Wahai orang-orang beriman, apakakah
sebabnya apabila dikatakan kepadamu:”berangkatlah (untuk berperang)
dijalan Allah” kamu merasa berat dan ingin tinggal ditempatmu? Apakah
kamu puas dengan kehidupan dunia sebagai ganti dari akhirat? Padahal
keni’matan dunia itu hanya sedikit dibandingkan dengan akhirat ”(Qs At-Taubah 38)
...Karena orang beriman tau hakekat jihad dan kedudukakannya, harga surga yang begitu mahal yang hanya bisa dibayar dengan pengorbanan jiwa dan harta untuk menegakkan dinullah...
Tidak berniat jihad terancam menjadi munafiq
Setelah kita melihat pemaparan diatas
bahwa benci terhdap jihad merupakan sesuatu kufuran dan karakter orang
munafiqn, maka kita akan lebih terperangah lagi dihapan wahyu Allah yang
diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, menyatakan bahwa orang yang tidak meniatkan untuk berperang membela agama Allah Subhanahu wata’ala terancam
menjadi munafiq. Al-‘Allamah Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani menukil
hadits tentang niat berjihad dalam karya beliau, Bulughul Maram min
jam’il adillatil ahkam, diurutan pertama dalam kitab jihad.
“Barangsiapa yang mati sedang ia
tidak berperang dan tidak tidak terbetik didalam hatinya untuk
berperang, maka ia mati di atas cabang kemunafikan”(HR Muslim)
Bagaimana dia tidak divonis mati diatas
cabang kemunafiqan, sedangkan Islam dia biarkan tanpa ada ghirah
dihatinya untuk menjada agama Allah ini dan juga kehormatan kaum
muslimin, karena hatinya telah condong kepada dunia dan juga
perhiasanya. Allah Ta’ala berfirman:
“Katakanlah: “Jika bapa-bapa,
anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum kerabatmu, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu takut kerugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai daripada Allah dan
Rasul-Nya, dan berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusan-Nya” dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang fasik”(Qs At-Taubah 24)
Ketika virus anti jihad menjangkiti ummat
Jika kita mencermati fenomena yang
terjadi sekarang, maka kita akan merasakan bahwasanya virus-virus
kekufuran dan kemunafiqan ini amat begitu merongrong ummat. Ia tidak
memilih-milih siapa yang ia hinggapi. Layaknya penyakit. Ia akan
menyerang orang yang jahil, ‘alim, professor, doctor, tukang becak,
penjual Koran, wartawan, guru dan siapapun dia. Kalau penyakit fisik
masih bisa diobati dan bisa ditemukan obatnya.
Tapi kalau terjangkiti virus ini, ia
akan sulit keluar kecuali dengan hidayah oleh Allah. Penyakit anti
terhadap jihad ini begitu menggerogoti masyarakat muslim. Padahal ia
adalah benteng dinul Islam. Harusnya ummat islam menjadi polisi dunia
yang menjaga perdamaian dibawah naungan Islam.
Tapi mengapa Jihad ini menjadi sesuatu
yang dibenci. namun kalau kita berkaca kepada sejarah ummat Islam dan
Al-Qur’an, maka kita tidak akan heran. Karena orang-orang munafiq dahulu
juga sangat anti dengan jihad. Akan tetapi kaum munafiqin dahulu sempat
ikut andil dalam jihad. Namun lebih sering mereka meninggalkan jihad.
Dengan berbagai alasan mereka datng memohon-mohon kepada Rasulullah
untuk dimintakan ampun kepada Allah.
“Mereka akan bersumpah kepadamu agar
kamu ridho kepada mereka. Tapi jikalau kamu ridho kepada mereka, maka
sesungguhnya Allah tidak ridho dengan orang-orang fasik”(Qs At-taubah 96)
“Dan apabila diturunkan suatu surat
(yang memerintahkan kepada mereka): “Berimanlah kalian kepada Allah dan
berjihadlah bersama Rasul-Nya, niscaya orang-orang yang sanggup
diantara mereka meminta izin kepadamu (untuk tidak berjihad) dan mereka
berkata: “biarkanlah kami bersama orang-orang yang duduk”. Mereka rela
bersama orang yang tidak berperang, dan dikuncilah hati mereka, maka
mereka tidak paham (kebahagian beriman dan berjihad)”(Qs At-taubah 86-87)
Begitu banyak karya dan gelar mereka,
begitu lihai mereka berorasi. Namun mereka telah dicap oleh Al-Qur’an
sebagai orang yang tidak paham. Karena mereka merasa mereka tidak
melakukan sesuatu yang berdosa. Apalagi sekarang. Jangankan tidak merasa
berdosa, bahkan mereka sekrang merasa benar tidak berjihad, menunaikan
fardhu, karena menganggap bahwa makna jihad luas dan bisa memasuki
berbagai segmen, dan parahnya menyalahkan serta “menyesat-nyesatkan’
mereka yang telah menegakkan fardhu Jihad fisabilillah dengan jiwa,
lisan dan harta mereka.
Maka benarlah apa yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
yang mengabarkan tentang kondisi orang-orang yang imannya jujur di
akhir zaman. Dari Abu Hurairah –Radhiyallahu ‘anhu- bekata, Rasulullah
Saw bersabda:
سيأتي على
الناس سنوات خداعات يصدق فيها الكاذب و يكذب فيها الصادق و يؤتمن فيها
الخائن و يخون فيها الأمين و ينطق فيها الرويبضة . قيل : و ما الرويبضة ؟
قال : الرجل التافه يتكلم في أمر العامة
"Akan datang kepada manusia
tahu-tahun yang menipu, yang mana didalamnya orang dusta dianggap benar,
orang benar dianggap dusta, orang yang berkhianat dipercaya, orang yang
amanah dianggap khianat dan Orang-orang ruwaibidhah berbicara.
Rasulullah ditanya:”siapakah ruwaibidhah itu?” beliau menjawab:”mereka
orang dungu yang berbicara berbicara dalam masalah ummat”.(HR Ibnu Majah)
Ya Allah, begitu terasa kalau sekarang
dekat dengan kiamat. Mudah-mudahan kita dihindarkan dari virus ini. Dan
memantapkan hati kita diatas jalan yang ditempuh oleh sebaik-baik ummat
ini.[voa-islam.com]