
Terhadap hal itu, hendaknya kita
mengkaji Al Qur’an dan Hadits yang Sahih agar tahu mana pendapat yang benar,
dan mana yang salah.
“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya.” [Al Maa-idah 2]

Dari Jabir ra bahwasanya Rasulullah
SAW melaknat para pemakan riba, yang meberikannya, para pencatatnya dan
saksi-saksinya.” Kemudian beliau bersabda, “Mereka semua adalah sama”. (HR.
Muslim).
Allah memerintahkan kita untuk tolong-menolong dalam hal kebaikan. Sebaliknya
Allah melarang keras tolong-menolong dalam hal kejahatan. Dari hadits
tentang riba dan arak kita tahu dosanya mengenai bukan cuma pelaku riba atau
peminum arak. Tapi siapa pun yang terlibat termasuk saksi atau pun yang cuma
mengantarkan minuman. Demikian pula untuk dosa lain seperti Syirik.
Nah kita tahu bahwa pada hari Natal,
ummat Kristen merayakan hari lahir Yesus yang mereka anggap Tuhan mereka. Tuhan
Anak! Itu adalah dosa Syirik. Dan Syirik itu adalah dosa terbesar yang tidak
terampuni. Nah jika terhadap dosa yang lebih kecil seperti Riba dan Minum Arak
saja kita dilarang turut membantu, bagaimana dengan mengucapkan “Selamat Natal”
yang merupakan satu doa kepada orang yang tengah merayakan kemusyrikan?
“Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu
melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah
kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan
Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada
Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: “(Tuhan itu) tiga”, berhentilah
(dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha
Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi
adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara.” [An Nisaa’ 171]
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang
yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”, padahal
sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak
berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara
mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” [Al Maa-idah 73]
Dalam surat Al Ikhlas ditegaskan:
“Katakanlah: Allah itu Satu
Allah tempat meminta
Dia tidak beranak dan tidak diperanakan
Dan tak ada satu pun yang setara dengannya” [Al Ikhlas 1-4]
Allah tempat meminta
Dia tidak beranak dan tidak diperanakan
Dan tak ada satu pun yang setara dengannya” [Al Ikhlas 1-4]
Seharusnya kita memberitahu mereka
bahwa syirik itu dosa. Bukan justru memberi selamat! Jika kita beri ucapan
selamat, mereka tidak akan sadar dan terus terjebak dalam kemusyrikan.
“Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan
Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” [An Nisaa’:48]
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni
dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain
dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat
sejauh-jauhnya.” [An Nisaa’:116]
Perhatikan ayat-ayat di atas. Allah
menyatakan bahwa kafirlah Ahli Kitab yang menganggap Allah hanyalah 1 dari 3
Tuhan dan Allah menjanjikan siksaan yang pedih pada orang-orang yang musyrik.
Adakah kita ingin turut mendapat siksa dengan memberikan ucapan selamat kepada
orang yang tengah merayakan hari kelahiran Yesus sebagai Tuhan Anak? Sebagai
sekutu dari Allah?
Oleh karena itu keliru jika ada yang
mengharamkan orang menghadiri acara Natal, tapi justru menghalalkan menucapkan
Selamat Natal. Sesuatu yang haram itu dosa. Mengucapkan selamat kepada orang
yang berbuat haram juga dosa. Misalnya orang mencuri (mencuri lebih ringan
dosanya daripada sirik). Jika kita mengucapkan Selamat Mencuri, itu juga dosa.
Begitu pula mengucapkan selamat kepada orang yang tengah berbuat dosa syirik.
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا
يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
“Jika kamu kafir maka sesungguhnya
Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi
hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu
itu.” (Qs. Az Zumar [39]: 7)
Sebagaimana Allah tidak
meridhoi/menyukai kekafiran, hendaknya kita begitu. Bukan justru memberi ucapan
selamat kepada orang yang merayakan kekafirannya dengan merayakan kelahiran Tuhan
dan Juru Selamat mereka.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah berkata, “Allah memberitahukan, tidak didapatkan orang beriman
mencintai orang kafir. Siapa yang mencintai orang kafir maka dia bukan seorang
mukmin. Menyerupai secara dzahir bisa menimbulkan kecintaan maka diharamkan.”
….Allah memberitahukan, tidak
didapatkan orang beriman mencintai orang kafir. Siapa yang mencintai orang
kafir maka dia bukan seorang mukmin. Menyerupai secara dzahir bisa menimbulkan
kecintaan maka diharamkan….
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu
kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Oleh karena itu kasihan sekali jika
ada presenter Muslim di TV atau pramuniaga Muslim di Mal-mal yang mengenakan
topi merah Sinterklas saat Natal. Karena itu berarti mereka termasuk bagian
dari orang-orang Kristen. Ketahuilah bahwa akhirat/surga itu lebih baik dan
lebih kekal daripada dunia yang fana ini.
“Muhammad itu adalah utusan Allah
dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang
kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka…” [Al Fath 29]
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” [Al Maa-idah 54]
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” [Al Maa-idah 54]
Larangan menghadiri perayaan hari
raya orang kafir
Para ulama bersepakat, haram
menghadiri perayaan hari raya orang kafir dan bertasyabuh (menyerupai) acara
mereka. Ini adalah pendapat madzab Hanafi, Maliki, syafi’i, dan Hambali. (Lihat
Iqtidla’ ash-Shirat al-Mustaqim, karya Ibnu Taimiyah : 2/425 dan Ahkam Ahlidz
Dzimmah, karya Ibnul Qayyim 2/227).
Perkataan Ibnul Qayyim dalam Ahkam
Ahli Dzimmah:
”Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.
”Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al
’Utsaimin mengatakan, ”Ucapan selamat hari natal atau ucapan selamat lainnya
yang berkaitan dengan agama kepada orang kafir adalah haram berdasarkan
kesepakatan para ulama.” [Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin, 3/28-29, no.
404, Asy Syamilah.]
Dalam Al-Fiqh Al-Islami, Tasyabuh
dilarang berdasarkan alasan yang cukup banyak:
1. Tidak menumpang pada kapal
yang digunakan orang kafir untuk menghadiri perayaan hari raya mereka.
Imam Malik rahimahullah berkata;
“dimakruhkan menumpang kapal orang kafir yang dijalankan sebagai alat
transportasi untuk menghadiri perayaan hari raya mereka, karena laknat dan
kemurkaan Allah turun kepada mereka.” (dalam Al-Luma’ Fi al-Hawadits wa
al-Bida’1/392).
Ibnul Qasim pernah ditanya tentang
menumpang kapal yang dijalankan orang Nashrani untuk menghadiri perayaan hari
raya mereka, maka beliau membenci hal itu karena khawatir akan turun murka
kepada mereka disebabkan kesyirikan yang mereka lakukan. (lihat Al-Iqtidla:
2/625).
Ibn al-Qayyim pernah menyampaikan
bila pemberian ucapan “Selamat Natal” atau mengucapkan “Happy Christmas” kepada
orang-orang Kafir hukumnya haram.
Sebagaimana dinukil dari Ibn
al-Qayyim rahimahullah di dalam kitabnya “Ahkâm Ahl adz-Dzimmah”, beliau
berkata, “Adapun mengucapkan selamat berkenaan dengan syi’ar-syi’ar kekufuran
yang khusus bagi mereka adalah haram menurut kesepakatan para ulama.
Alasan Ibu al-Qayyim, menyatakan
haram ucapan selamat kepada orang-orang Kafir berkenaan dengan perayaan
hari-hari besar keagamaan mereka karena hal itu mengandung persetujuan terhadap
syi’ar-syi’ar kekufuran yang mereka lakukan.
Sikap ini juga sama pernah
disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin sebagaimana dikutip
dalam Majmû’ Fatâwa Fadlîlah asy-Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn, (
Jilid.III, h.44-46, No.403).
Mungkin ada yang berkata, “Masak
mengucapkan Selamat Natal saja haram?” Menurut kita mungkin kecil. Tapi di sisi
Allah ucapan yang sesat itu besar dosanya. Coba lihat:
“Mereka berkata: “Tuhan Yang Maha
Pemurah mempunyai anak.”
Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar,
hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh” [Maryam 88-90]
Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar,
hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh” [Maryam 88-90]
Jangankan mengucapkan Selamat Natal,
mengucapkan salam biasa saja kepada Non Muslim kita dilarang:
Rasulullah SAW bersabda:”Jangan kalian mendahului mengucapkan salam kepada orang Yahudi atau Nashrani” (HR. Muslim).
Rasulullah SAW bersabda:”Jangan kalian mendahului mengucapkan salam kepada orang Yahudi atau Nashrani” (HR. Muslim).
Apabila orang Non Muslim memulai
mengucapkan salam, maka jawaban yang diperkenankan oleh syari’at adalah:”Wa
‘alaikum!” (Semoga anda juga). Itu saja, tidak usah diperpanjang lagi.
Rasulullah SAW menasihatkan:”Jika orang-orang Ahli Kitab (Non Muslim) memberi
salam kepada kamu, maka jawablah:”Wa ‘alaikum” (HR. Bukhary dan Muslim).
Salam adalah do’a seorang Muslim
kepada saudaranya seiman. Kita tidak bisa mengucapkan doa Selamat kepada orang
yang kafir/musyrik karena jika mereka tak tobat, siksa Allah sudah jelas
menunggu mereka.
”Sesungguhnya kamu tidak akan dapat
memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk
kepada orang yang dikehendaki-Nya. Dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang
mau menerima petunjuk” (Al Qashash [28]: 56).
Satu-satunya doa yang diperbolehkan
untuk orang kafir yang masih hidup adalah doa agar mereka dapat petunjuk untuk
masuk Islam:
Do’a Rasulullah SAW kepada orang Non
Muslim:”Ya Allah berilah petunjuk kepada kaumku, karena sesungguhnya mereka
orang yang tidak mengerti” (Sirah Nabawiyah, Abul Hasan ali An Nadwi). Atau
do’a Rasululah SAW kepada Umar Bin Khaththab ketika masih kafir:”Ya Allah,
berilah kemuliaan kepada Islam dengan masuk Islamnya salah satu orang terkasih
kepada-Mu, yakni Abu Jahal atau Umar Bin Khaththab”.
Ada ulama yang membolehkan
mengucapkan salam dengan dalil di bawah:
“Dan kesejahteraan semoga
dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan
pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” [Maryam 33]
Namun kita harus paham bahwa itu
adalah ucapan Nabi Isa yang berdoa semoga keselamatan dilimpahkan padanya pada
hari beliau dilahirkan, meninggal, dan saat dibangkitkan kembali. Bukan
setiap tanggal 25 Desember yang memakai tahun Masehi karena ummat Islam memakai
kalendar Hijriyah. Dan Nabi serta para sahabat tak pernah mengucapkan Selamat
Natal.
Selain itu, harusnya cukup berdoa
kepada Allah agar melimpahkan keselamatan kepada Nabi Isa. Bukan memberi
ucapan Selamat Natal kepada kaum Nasrani yang kita tahu merayakan kelahiran
Tuhan mereka.
Selain itu, mengucapkan Selamat
Natal atas kelahiran Nabi Isa pada tanggal 25 Desember juga salah waktu. Sebab
Nabi Isa AS tidak lahir pada tanggal 25 Desember, beliau lahir di musim panas
saat kurma berbuah, sebagaimana isyarat di dalam ayat Al-Quran saat Ibunda
Maryam melahirkannya di bawah pohon kurma. Saat itu Allah SWT berfirma
kepadanya:
“Dan goyanglah pangkal pohon kurma
itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak
kepadamu” (QS. Maryam: 25)
Bahkan sebagian orang Kristen
sendiri menyatakan bahwa tanggal 25 Desember bukanlah hari kelahiran Yesus.
Tapi itu adalah hari perayaan kaum Romawi, Solstice Day, yang merayakan hari
kelahiran Dewa Matahari:
http://id.wikipedia.org/wiki/Natal
Jadi keliru sekali jika ada ummat
Islam yang mengucapkan Selamat Natal pada tanggal 25 Desember.
Ada ulama yang menghalalkan
mengucapkan selamat natal dengan dalil “Berbuat Baik”:
“Allah tidak melarang kamu untuk
berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu
karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 

Ayat ini turun pada Asma’ binti Abi
Bakr ra, di mana ibundanya –Qotilah binti ‘Abdil ‘Uzza- yang musyrik dan ia
diperintahkan oleh Rasulullah SAW untuk tetap menjalin hubungan dengan
ibunya.[Zaadul Masiir, Ibnul Jauziy]. Jadi bukan untuk mengucapkan Selamat Natal.
Padahal berbuat baik di atas adalah
berbuat baik selama kita tidak bermaksiat kepada Allah. Jangankan terhadap
orang biasa, terhadap orang tua saja meski kita harus berbuat baik, tapi jika
durhaka kepada perintah Allah haram bagi kita untuk mematuhi mereka.
Berbuat baik itu bukan berarti kita
ikut ridho dan mengucapkan selamat atas kekafiran mereka. Islam memang
menghargai kebebasan beragama. Laa ikraha fid diin. Tak ada paksaan dalam
beragama. Tapi dalam hal aqidah, tidak bisa dicampur aduk. Sebagai contoh Nabi
pernah ditawari kekayaan, wanita, dan juga jabatan sebagai pemimpin Mekkah agar
tidak menjelek-jelekkan Tuhan (Berhala) kaum kafir Quraisy dan bergantian
menyembah Tuhan. Nabi menyembah Tuhan Quraisy setahun, dan kaum kafir Quraisy
menyembah Allah selama setahun. Jika mengikuti ajakan kaum kafir tersebut,
memang kita berbuat baik kepada mereka. Tapi kafir kepada Allah. Akhirnya Allah
menurunkan surat Al Kaafiruun yang menegaskan tidak ada toleransi dalam hal
Aqidah:
Dalam suatu riwayat dikemukakan
bahwa kaum Quraisy berusaha mempengaruhi Nabi saw. dengan menawarkan kekayaan
agar beliau menjadi seorang yang paling kaya di kota Makkah, dan akan
dikawinkan dengan yang beliau kehendaki. Usaha ini disampaikan dengan berkata:
“Inilah yang kami sediakan bagimu hai Muhammad, dengan syarat agar engkau
jangan memaki-maki tuhan kami dan menjelekkannya, atau sembahlah tuhan-tuhan
kami selama setahun.” Nabi saw menjawab: “Aku akan menunggu wahyu dari
Tuhanku.” Ayat ini (S.109:1-6) turun berkenaan dengan peristiwa itu sebagai
perintah untuk menolak tawaran kaum kafir. Dan turun pula Surat Az Zumar ayat
64 sebagai perintah untuk menolak ajakan orang-orang bodoh yang menyembah
berhala.
(Diriwayatkan oleh at-Thabarani dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas.)
(Diriwayatkan oleh at-Thabarani dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas.)
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa
al-Walid bin al-Mughirah, al-’Ashi bin Wa-il, al-Aswad bin Muthalib dan Umayyah
bin Khalaf bertemu dengan Rasulullah saw dan berkata: “Hai Muhammad! Mari kita
bersama menyembah apa yang kami sembah dan kami akan menyembah apa yang engkau
sembah dan kita bersekutu dalam segala hal dan engkaulah pemimpin kami.” Maka Allah
menurunkan ayat ini (S.109:1-6)
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa’id bin Mina.)
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa’id bin Mina.)
Inilah surat Al Kaafiruun ayat 1-6:
Katakanlah:“Haiorang-orangkafir,
Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”
Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”
Tegas bukan? Tidak pernah Nabi
mengucapkan: “Selamat Menyembah Berhala”
Dan jika ada yang membolehkan
mengucapkan selamat Natal bagi Muslim yang tinggal di daerah yang mayoritas
Kristen, itu tak sesuai sunnah Nabi. Meski Nabi saat itu di Mekkah merupakan
minoritas, tapi oleh Allah tetap bersikap tegas.
Berbuat baik itu adalah dengan
mengatakan yang benar itu benar, dan salah itu salah. Orang yang salah, kita
beritahu yang benar. Jadi mereka bisa jadi benar. Bukan justru didukung untuk
terus tetap berbuat salah.
Dalil lainnya lagi adalah jika
diberi penghormatan atau salam, hendaklah memberi penghormatan yang lebih baik
lagi:
وإذا حييتم بتحية فحيوا بأحسن منها أو ردوها
“Apabila kamu diberi penghormatan
dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih
baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu. Sesungguhnya Allah
memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. An-Nisa’: 86)
Padahal ayat di atas berkenaan
dengan ucapan “Assalamu’alaikum” yang diucapkan oleh sesama Muslim yang wajib
dibalas dan bahkan lebih baik lagi dengan ucapan “Wa’alaikum salam wa
rohmatullahi wa barokatuhu”. Bukan ucapan “Selamat Natal” oleh orang musyrik
kemudian kita balas lagi. Ayat selanjutnya membantah hal itu:
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia. Sesungguhnya Dia akan mengumpulkan kamu di hari kiamat,
yang tidak ada keraguan terjadinya. Dan siapakah orang yang lebih benar
perkataan(nya) dari pada Allah ?” (QS. An-Nisa’: 87)
Bagaimana mungkin kita mengucapkan
Selamat kepada orang yang tengah mengingkari ayat di atas dengan menyembah
Tuhan selain Allah?
Jadi sekali lagi, Hari Natal adalah
satu Syiar Agama Kristen di mana mereka saat itu merayakan hari lahirnya Tuhan
mereka: Yesus. Syirik itu adalah dosa terbesar yang tidak diampuni oleh Allah
SWT. Tak pernah ada sunnah Nabi dan para sahabat mengucapkan Selamat Natal
kepada ummat Kristen saat itu. Sebaliknya dalam Al Qur’an disebutkan bahwa Nabi
mengajak utusan Nasrani Najran untuk bermubahalah ketika kaum Nasrani ngotot
bahwa Isa itu adalah Tuhan. Kutukan Allah akan menimpa kaum Nasrani jika mereka
berdusta. Dan kaum Nasrani tak berani menerima tantangan itu:
“Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa
di sisi AllAh, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari
tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), maka
jadilah dia.
(Apa yang telah Kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu.
Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la’nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta
Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana .
Kemudian jika mereka berpaling (dari kebenaran), maka sesunguhnya Allah Maha Mengetahui orang-orang yang berbuat kerusakan.
Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.” Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” [Ali 'Imran 59-64]
(Apa yang telah Kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu.
Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la’nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta
Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana .
Kemudian jika mereka berpaling (dari kebenaran), maka sesunguhnya Allah Maha Mengetahui orang-orang yang berbuat kerusakan.
Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.” Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” [Ali 'Imran 59-64]
“Mereka menjadikan orang-orang
alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah[639] dan (juga mereka
mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah
Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci
Allah dari apa yang mereka persekutukan.” [At Taubah 31]
[639]. Maksudnya: mereka mematuhi
ajaran-ajaran orang-orang alim dan rahib-rahib mereka dengan membabi buta,
biarpun orang-orang alim dan rahib-rahib itu menyuruh membuat maksiat atau
mengharamkan yang halal.
Sesatnya kaum Yahudi dan Nasrani
karena mereka mengikuti ulama mereka membabi-buta. Kita jangan taqlid pada
ulama seperti mereka. Pegang teguh Al Qur’an dan Hadits. Ikutilah ulama yang
lurus yang berpedoman pada Al Qur’an dan hadits. Bukan yang menyimpang dan
sesat.
Dari berbagai ayat Al Qur’an mau pun
hadits di atas, jelaslah bahwa argumentasi orang-orang yang menghalalkan ucapan
Selamat Natal itu tak memiliki dalil Al Qur’an dan Hadits yang kuat. Karena
berdasarkan dalil yang mereka pakai, tak pernah Nabi, para sahabat, tabi’in,
serta Imam Madzhab mengucapkan Selamat Natal. Bahkan Nabi justru mengajak
mereka bermubahalah:
“Siapa yang membantahmu tentang
kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah
(kepadanya): “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu,
isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian
marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la’nat Allah
ditimpakan kepada orang-orang yang dusta” [At Taubah 61]
Nabi tidak mengucapkan Selamat
Natal. Justru mengajak mereka kembali ke jalan yang lurus!
“Dan janganlah kamu mengikuti apa
yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” [Al
Israa' 31]
Yang aku takuti terhadap umatku
ialah pemimpin-pemimpin yang menyesatkan. (HR. Abu Dawud)
Celaka atas umatku dari ulama yang
buruk. (HR. Al Hakim)
Seorang ulama yang tanpa amalan
seperti lampu membakar dirinya sendiri (Berarti amal perbuatan harus sesuai
dengan ajaran-ajarannya). (HR. Ad-Dailami)
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani
tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah:
“Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya
jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka
Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. ” [Al Baqarah 120]
Kaum Nasrani memang tidak akan
senang dengan ummat Islam hingga kita mengikuti mereka. Tapi hendaknya kita
tetap lurus. Jika ada hal yang syubhat/samar di mana ada yang bilang haram dan
yang lain bilang halal, hendaklah kita tinggalkan yang syubhat. Insya Allah akan
selamat. Selain itu karena Nabi dan Sahabat tak pernah mengucapkan Selamat
Natal kepada kaum Nasrani meski dulu kaum Nasrani sudah ada, maka
mengucapkannya adalah Bid’ah. Dan Bid’ah itu adalah sesat (HR Muslim).
Jadi marilah kita tetap lurus di
jalan yang lurus dengan mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW.
Sumber :
: http://syiarislam.wordpress.com/2010/12/15/hukum-mengucapkan-selamat-natal/