Dalam Islam, bukan hanya tujuan saja yang
harus benar. Tapi cara mencapai tujuan tersebut juga harus benar. Tidak
bisa demi satu tujuan, kita menghalalkan segala cara sebagaimana yang
dilakukan oleh Machiavelli.
Dari shalat kita bisa menarik pelajaran.
Bukan Cuma niat Lillahi Ta’ala yang penting. Tapi juga cara berupa
rukun-rukun shalat harus dikerjakan secara benar dan tertib. Jika
caranya tidak benar atau ada rukun yang sengaja ditinggalkan, niscaya
shalatnya tidak sah.
Begitu pula sedekah, tapi jika hartanya didapat dari hasil korupsi/mencuri, tetap tidak sah.
Rasulullah SAW: Janganlah kamu mengagumi
orang yang terbentang kedua lengannya menumpahkan darah. Di sisi Allah
dia adalah pembunuh yang tidak mati. Jangan pula kamu mengagumi orang
yang memperoleh harta dari yang haram. Sesungguhnya bila dia
menafkahkannya atau bersedekah maka tidak akan diterima oleh Allah dan
bila disimpan hartanya tidak akan berkah. Bila tersisa pun hartanya akan
menjadi bekalnya di neraka. (HR. Abu Dawud)
Dalam berdakwah menyiarkan Islam juga
begitu. Seorang Muslim tidak boleh menghalalkan segala cara atau jadi
oportunis. Tetap harus lurus di atas jalan Allah.
Sebagai contoh saat Nabi ditawarkan oleh
para pemimpin kafir Quraisy Mekkah untuk sedikit “toleran” dalam
menyiarkan ajaran Islam dengan bergantian menyembah Tuhan dengan tawaran
Kekuasaan sebagai pemimpin Mekkah, Wanita cantik untuk dijadikan istri,
dan harta yang berlimpah, Nabi menolak. Nabi berkata “Seandainya
Matahari ditaruh di tangan kananku dan Rembulan di tangan kiriku,
niscaya aku tetap akan terus menyiarkan dakwah Islam yang lurus.”
Sebagai gantinya turunlah surat Al Kafiruun yang menyatakan bahwa Nabi
tidak akan menyembah Tuhan yang kaum kafir sembah demikian pula
sebaliknya. Untukmu agamamu dan untukku agamaku!
Jadi dakwah Islam meski dilakukan dengan
cara yang baik, tetap harus di atas jalan yang lurus. Bukan sekedar
untuk menyenangkan orang.
Lihat bagaimana Allah memerintahkan kita
agar senantiasa di atas jalan yang lurus. Bukan sekedar menyenangkan
hati orang dengan mengikuti kemauan/hawa nafsu mereka:
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di
atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah
syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak
mengetahui.” [Al Jaatsiyah 18]
“…Putuskanlah perkara mereka menurut apa
yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka
dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu…” [Al Maa-idah
48]
“dan hendaklah kamu memutuskan perkara di
antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka,
supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah
diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah
diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki
akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa
mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang
fasik.” [Al Maa-idah 49]
Memang dalam berdakwah kita harus dengan
akhlaq yang baik dengan cara yang baik. Namun apa yang kita sampaikan
harus ajaran Islam yang benar meski orang-orang kafir/munafik
membencinya.
Nabi Muhammad dan para Nabi sebelumnya
tetap istiqomah menyampaikan ajaran Islam yang lurus dengan cara yang
benar meski mereka dibenci oleh orang-orang kafir dan terancam untuk
dibunuh:
“Sesungguhnya Kami telah mengambil
perjanjian dari Bani Israil, dan telah Kami utus kepada mereka
rasul-rasul. Tetapi setiap datang seorang rasul kepada mereka dengan
membawa apa yang yang tidak diingini oleh hawa nafsu mereka, (maka)
sebagian dari rasul-rasul itu mereka dustakan dan sebagian yang lain
mereka bunuh.” [Al Maa’idah 70]
Bagaimana pun kelompok sesat seperti
Ahmadiyah dsb akan selalu ada untuk menyesatkan manusia. Untuk itu
dakwah tentang Islam yang benar harus terus dilakukan:
“Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, janganlah
kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam
agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah
sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah
menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang
lurus.”” [Al Maa-idah 77]
Ummat Islam harus mewarnai dunia. Bukan
justru diwarnai oleh orang-orang kafir sehingga ada “Ustad” yang
berpenampilan “Spike” sehingga tak bisa dibedakan mana ustad dan mana
ahli dugem…:
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa
nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di
dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan
(Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” [Al
Mu’minuun 71]
Hendaknya kita tetap berpegang pada Al Qur’an sehingga senantiasa benar:
“Dan demikianlah, Kami telah menurunkan
Al Quran itu sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab. Dan
seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan
kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu
terhadap (siksa) Allah.” [Ar Ra’d 37]
Tetaplah menyeru manusia ke jalan Allah.
Bukan justru kita yang mengikuti hawa nafsu mereka sehingga jadi
sekuler, dan sebagainya:
“Maka karena itu serulah (mereka kepada
agama ini) dan tetaplah sebagai mana diperintahkan kepadamu dan
janganlah mengikuti hawa nafsu mereka…” [Asy Suura 15]
Jika pun ada orang yang tidak mau
mendengarkan dakwah Islam, jangan kecil hati. Di zaman Nabi saja ada
gembong munafik Abdullah bin Ubay yang pengikutnya mencapai 30% dari
keseluruhan ummat Islam:
“Dan di antara mereka ada orang yang
mendengarkan perkataanmu sehingga apabila mereka keluar dari sisimu
orang-orang berkata kepada orang yang telah diberi ilmu pengetahuan
(sahabat-sahabat Nabi): “Apakah yang dikatakannya tadi?” Mereka itulah
orang-orang yang dikunci mati hati mereka oleh Allah dan mengikuti hawa
nafsu mereka.” [Muhammad 16]
Orang-orang yang kafir entah itu tegas
menyatakan kafir atau pun pura-pura Muslim (Munafik) sulit untuk beriman
meski kita beri peringatan:
“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama
saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan,
mereka tidak juga akan beriman.” [Al Baqarah 6]
Kaum munafik lebih patut diwaspadai
karena meski mengaku beriman, namun mereka berusaha menyesatkan manusia
dari jalan Allah dan berusaha mematikan dakwah Islam:
“Di antara manusia ada yang mengatakan:
“Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian,” pada hal mereka itu
sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
Mereka hendak menipu Allah dan
orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri
sedang mereka tidak sadar.” [Al Baqarah 8-9]
Jika Nabi Daud saja diperintahkan untuk
tetap lurus dan tidak mengikuti hawa nafsu manusia yang bisa menyesatkan
dari jalan Allah, apalagi kita manusia biasa:
“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan
kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara)
di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu,
karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya
orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat,
karena mereka melupakan hari perhitungan.” [Shaad 26]