
1. Mengikuti petunjuk, memurnikan tauhid, dan mengikhlaskan ibadah
hanya kepada Allah saja, sebagaimana kesesatan dan syirik itu merupakan
faktor terbesar bagi sempitnya dada.
2. Menjaga iman yang Allah sematkan ke dalam hati hamba-hamba-Nya dan juga amal shalih yang dilakukan seseorang.
3. Mencari ilmu syar’i yag bermanfaat. Setiap ilmu syar’i seseorang bertambah luas, maka akan semakin lapang pula hatinya.
4. Bertaubat dan kembali melakukan ketaatan kepada Allah yang Maha
Suci, mencintai-Nya dengan sepenuh hati, serta menghadapkan diri
kepada-Nya dan menikmati ibadah kepada-Nya.
5. Terus menerus berdzikir kepada-Nya dalam segala kondisi dan
tempat. Sebab dzikir mempunyai pengaruh yang sangat menakjubkan dalam
melapangkan dan meluaskan dada, menenangkan hati, serta menghilangkan
kebimbangan dan kedukaan.
6. Berbuat baik kepada sesama makhluk sebisa mungkin. Sebab,
seseorang yang murah hati lagi baik adalah manusia yang paling lapang
dadanya, paling baik jiwanya dan paling bahagia hatinya.
7. Mengeluarkan berbagai kotoran hati dari berbagai sifat tercela
yang menyebabkan hatinya menjadi sempit dan tersiksa, seperti dengki,
kebencian, iri, permusuhan, dan kedhaliman.
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wasalam pernah ditanya tentang sebaik-baik manusia, maka beliaupun menjawab, “Setiap orang yang bersih hatinya dan selalu benar atau jujur lisannya.” Kemudian mereka para sahabat berkata, mengenai jujur atau benar lisannya,kami sudah mengetahuinya, tetapi apakah yang dimaksud dengan orang yang bersih hatinya ?” Beliau menjawab, “yaitu seseorang yang bertakwa dan bersih, yang tidak terdapat dosa pada dirinya, tidak dholim, tidak iri, dan juga tidak dengki.” [1]
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wasalam pernah ditanya tentang sebaik-baik manusia, maka beliaupun menjawab, “Setiap orang yang bersih hatinya dan selalu benar atau jujur lisannya.” Kemudian mereka para sahabat berkata, mengenai jujur atau benar lisannya,kami sudah mengetahuinya, tetapi apakah yang dimaksud dengan orang yang bersih hatinya ?” Beliau menjawab, “yaitu seseorang yang bertakwa dan bersih, yang tidak terdapat dosa pada dirinya, tidak dholim, tidak iri, dan juga tidak dengki.” [1]
8. Keberanian dalam membela kebenaran. Orang yang berani mempunyai dada yang lebih lapang dan hati yang lebih luas.
9. Meninggalkan sesuatu yang berlebihan dalam memandang, berbicara,
mendengar, bergaul, makan, dan tidur. Meninggalkan hal itu semua
merupakan salah satu faktor yang dapat melapangkan dada, menyenangkan
hati, dan menghilangkan keduakaan dan kesedihan.
10. Menyibukkan diri dengan amal atau ilmu syar’i yang bemanfaat
karena hal tersebut dapat menghindarkan hati dari hal-hal yang
menimbulkan keraguan hati.
11. Memperhatikan kegiatan hari ini dan tidak perlu khawatir
terhadap masa yang akan datang serta tidak sedih terhadap keadaan yang
terjadi pada masa-masa lalu. Seorang hamba harus selalu berusaha dengan
sungguh-sungguh dalam hal-hal yang bermanfaat baginya, baik dalam hal
agama maupun dunia. Juga memohon kesuksesan kepada Rabb-Nya dalam
mencapai maksud dan tujuan serta memohon agar Dia membantunya dalam
mencapai tujuan tersebut. Ini akan dapat menghibur dari keduakaan dan
kesedihan.
12. Melihat kepada orang yang ada di bawah dan jangan melihat
kepada orang yang ada di atas dalam ‘afiat (kesehatan dan keselamatan)
dan rizki serta kenikmatan dunia lainnya.
13. Melupakan hal-hal tidak menyenangkan yang telah terjadi pada masa lalu, sehingga tidak larut memikirkannya.
14. Jika tertimpa musibah maka hendaknya berusaha meringankan agar
dampak buruknya bisa dihindari, serta berusaha keras untuk mencegahnya
sesuai dengan kemampuannya.
15. Menjaga kekuatan hati, tidak mudah tergoda serta tidak
terpengaruh angan-angan yang ditimbulkan oleh pemikiran-pemikiran buruk,
menahan marah, serta tidak mengkhawatirkan hilangnya hal-hal yang
disukai. Tetapi menyerahkan semuanya hanya kepada Allah dengan melakukan
hal-hal yang bermanfaat, serta memohon ampunan dan afiat kepada Allah.
16. Menyandarkan hati hanya kepada Allah seraya bertawakal
kepada-Nya. Berhusnudzan kepada Allah, Rabb Yang Maha Suci lagi Maha
Tinggi. Sebab, orang yang bertawakal kepada Allah tidak akan dipengaruhi
oleh kebimbangan dan keraguan.
17. Seseorang yang berakal menegetahui bahwa kehidupan yang
sebenarnya adalah kehidupan yang bahagia dan tenang. Karena kehidupan
itu singkat sekali, karena itu, jangan dipersingkat lagi dengan adanya
berbagai kesedihan dan memperbanyak keluhan. Karena justru hal itu
bertolak belakang dengan kehidupan yang benar dan sehat.
18. Jika tertimpa suatu hal yang tidak menyenangkan hendaknya ia
membandingkannya dengan berbagai kenikmatan yang telah dilimpahkan
kepadanya, baik berupa agama maupun duniawi. Ketika orang itu
membandingkannya maka akan tampak jelas kenikmatan yang diperolehnya
jauh lebih banyak dibandingkan musibah yang dia alami. Disamping itu,
perlu kiranya ia membandingkan antara terjadinya bahaya di masa depan
yang ditakutkan dengan banyaknya kemungkinana keselamatan. Karena
kemungkinan yang lemah tidak mungkin mengalahkan kemungkinan yang lebih
banyak dan kuat. Dengan demikian akan hilanglah rasa sedih dan takutnya.
19. Mengetahui bahwa gangguan dari orang lain tidak akan memberikan
mudharat atau bahaya kepadanya, khususnya yang berupa ucapan buruk,
tatapi hal itu justru akan memberikan mudharat kepada diri mereka
sendiri. Hal itu tidak perlu dimasukkan ke dalam hati dan tidak perlu
dipikirkan, sehingga tidak akan membahayakannya.
20. Mengarahkan pikirannya terhadap hal-hal yang membawa manfaat bagi dirinya, baik dalam urusan agama maupun dunia.
21. Hendaklah dia tidak menuntut terima kasih atas kebaikan yang
dilakukannya, kecuali mengharapkan balasan dari Allah. Dan hendaklah dia
mengetahui bahwa amal yang dia lakukan, pada hakekatnya merupakan
muamalah (jalinan) dengan Allah, sehingga tidak mempedulikan terima
kasih dari orang terhadap apa yang dia berikan kepadanya. Allah
berfirman yang artinya,
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan darimu dan tidak pula ucapan terima kasih”. (QS. Al-Insan:9)
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan darimu dan tidak pula ucapan terima kasih”. (QS. Al-Insan:9)
22. Memperhatikan hal-hal yang bermanfaat dan berusaha untuk dapat
merealisasikannya, serta tidak memperhatikan hal-hal yang buruk baginya,
sehingga otak dan pikirannya tidak disibukkan olehnya.
23. Berkonsentrasi pada aktivitas yang ada sekarang dan menyisihkan
aktivitas yang akan datang, sehingga aktivitas yang akan datang kelak
dikerjakan secara maksimal dan sepenuh hati.
24. Memilih dan berkonsentrasi pada aktivitas yang bermanfaat,
dengan mengutamakan yang lebih penting. Hendaklah ia memohon pertolongan
pada Allah, kemudian meminta pertimbangan orang lain, dan jika pilihan
itu telah sesuai dengan kemantapan hatinya, maka silahkan diamalkan
dengan penuh tawakal pada Allah.
25. Menyebut-nyebut nikmat Allah dengan memujinya, baik yang dhahir
maupun yang batin. Sebab, dengan menyadari dan menyebut-nyebut nikmat
Allah, maka Dia akan menghindarkan dirinya dari kebimbangan dan
kesusahan.
26. Hendaklah bergaul dan memperlakukan pasangan (suami maupun
istri) dan kaum kerabat serta semua orang yang mempunyai hubungan secara
baik . jika menemukan suatu aib, maka jangan disebarluaskan, tetapi
lihat pula kebaikan yang ada padanya. Dengan cara ini, persahabatan dan
hubungan akan terus terjalin dengan baik dan hati akan semakin lapang.
Berkenaan dengan hal ini, Rasulullah bersabda, “Janganlah seorang mukmin
laki-laki membenci mukmin perempuan (istri) seandainya dia membenci
suatu akhlaknya, maka dia pasti meridhai sebagian lainnya.” (HR. Muslim)
27. Do’a memohon perbaikan semua hal dan urusan. Dan doa paling agung berkenaan dengan hal itu adalah :
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِى دِينِىَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِى وَأَصْلِحْ
لِى دُنْيَاىَ الَّتِى فِيهَا مَعَاشِى وَأَصْلِحْ لِى آخِرَتِى الَّتِى
فِيهَا مَعَادِى وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِى فِى كُلِّ خَيْرٍ
وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لِى مِنْ كُلِّ شَرٍّ
“Allahumma ashlihlii diinii lladzii huwa ‘ishmatu amrii, wa
ashlihlii dunyaya llatii fiihaa ma’asyii, wa ashlihlii akhirotii llatii
fiihaa ma’adii, waj’alilhayaata ziyaadatan lii fii kulli khair, waj’alil
mauta raahatan lii min kulli syarr.” (HR. Muslim)
Ya Allah perbaikilah bagiku agamaku sebagai benteng urusanku;
perbaikilah bagiku duniaku yang menjadi tempat kehidupanku; perbaikilah
bagiku akhiratku yang menjadi tempat kembaliku! Jadikanlah ya Allah
kehidupan ini penambah kebaikan bagiku dan jadikanlah kematianku sebagai
kebebasanku dari segala kejelekan.
Demikian juga dengan do’a berikut ini :
اَللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ
عَيْنٍ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ
“Allahumma rahmataka arjuu falaa takilnii ilaa nafsii thorfata’ainin wa ashlihlii sya’nii kullahu, laa ilaha illa anta.”
Ya Allah hanya rahmatMu aku berharap mendapatkannya. karena itu,
jangan Engkau biarkan diriku sekejap mata (tanpa pertolongan atau rahmat
dariMu). Perbaikilah seluruh urusanku, tiada Tuhan yang berhak disembah
selain Engkau
28. Jihad di jalan Allah. Hal ini berdasarkan pada sabda Rasulullah
shalallu’alaihi wassalam, “ Berjihadlah di jalan Allah, karena jihad di
jalan Allah merupakan pintu dari pintu-pintu surga, yang dengannya
Allah menyelamatkan dari kedukaan dan kesedihan.”
Sumber : Do’a dan Wirid, Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawaz, Pustaka Imam Syafi’i.
Artikel Muslimah.or.Id
—
Artikel Muslimah.or.Id
—
[1] Lafal hadits tersebut berbunyi,
أفضل الناس كل مخموم القلب صدوق اللسان ، قالوا : صدوق اللسان نعرفه فما
مخموم القلب ؟ قال : التقي النقي ، لا إثم فيه و لا بغي و لا غل و لا حسد
“Sebaik-baik manusia adalah manusia yang bersih hatinya dan selalu
benar atau jujur lisannya.” Kemudian mereka para sahabat berkata,
mengenai jujur atau benar lisannya, kami sudah mengetahuinya, tetapi
apakah yang dimaksud dengan orang yang bersih hatinya?” Beliau menjawab,
“Yaitu seseorang yang bertakwa dan bersih, yang tidak terdapat dosa
pada dirinya, tidak dholim, tidak iri, dan juga tidak dengki.”
HR. Ibnu Majah 4216 dan Ibnu ‘Asakir (17/29/2). Syaikh Albani berkata, “Hadits ini memiliki sanad yang shahih dan rijal yang tsiqat (terpercaya)”. (As-Silsilah Ash-Shaihah no.948, Maktabah Asy-Syamilah-red)
HR. Ibnu Majah 4216 dan Ibnu ‘Asakir (17/29/2). Syaikh Albani berkata, “Hadits ini memiliki sanad yang shahih dan rijal yang tsiqat (terpercaya)”. (As-Silsilah Ash-Shaihah no.948, Maktabah Asy-Syamilah-red)
Sumber : ( http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/obat-penyakit-hati-dan-sempitnya-dada.html )
oleh ( Muhammad Novaldo Kahfi)