Entri Populer

16 Februari 2012

Konspirasi Busuk Yahudi di Media Massa



“Four of the largest five entertainment giants are now run or owned by Jews. Murdoch’s News Corp (at number four) is the only gentile holdout — however Rupert is as pro-Israel as any Jew, probably more so.”

Los Angeles Jewish Times, ‘Yes, Virginia, Jews Do Control the Media,’ Oct. 29-Nov. 11, 1999, p. 14.
“Time-Warner, Disney, Viacom-CBS, News Corporation and Universal rule the entertainment world in a way that the old Hollywood studio chiefs only dreamed of. And, after all the deals and buyouts, four of the five are run by Jews. We’re back to where we started, bigger than ever.”

Jewish Week, 9-17-1999, 12.
UNDERGROUND TAUHID–Meski tragedi 11 September 2001 sudah 7 tahun yang lalu, hingga kini perdebatan mengenai tragedi tersebut terus berlanjut. Pemerintah Amerika Serikat segera setelah tabrakan tiga pesawat dengan menara kembar WTC New York dan Pentagon di Washington, mengumumkan, bahwa pelaku aksi teror tersebut adalah anggota gerakan teroris Al-Qaeda. Pada masa pemerintahan rezim Taliban di Afghanistan, negara ini merupakan markas utama kelompok Al-Qaeda yang dipimpin oleh Osama bin Laden dan mendapat dukungan Taliban. Karena itu, pasca tragedi 11 September, Amerika Serikat menuding Al-Qaeda sebagai pelaku dan melancarkan serangan ke Afghanistan. Padahal ada banyak pengamat politik yang meragukan kebenaran dari klaim Washington tersebut. Mereka bahkan mengajukan sejumlah bukti dan data yang menunjukkan adanya keterlibatan sejumlah agen mata-mata Amerika Serikat sendiri dalam tragedi 11 September itu, atau setidaknya mereka telah mengetahui rencana aksi teror tersebut sebelumnya.
Terlepas dari adanya keraguan atas klaim pemerintah Amerika Serikat soal pelaku aksi teror 11 September 2001 itu, yang jelas pemerintah Amerika Serikat di bawah pimpinan presiden Bush saat itu telah mengeksploitasi dan memanfaatkan peristiwa ini secara berlebihan melalui media massa untuk kepentingan politik mereka.
Seluruh media massa skala international yang dikuasai oleh Barat dijadikan alat untuk menghegemoni dunia untuk mendukung kebijakan-kebijakan Amerika Serikat yang notabene disisi lain memberikan citra buruk terhadap agama Islam. Aksi terorisme yang diklaim merupakan perbuatan kelompok Al-Qaeda, telah digembar-gemborkan seolah agama Islam-lah yang memicu perbuatan terorisme itu. Sehingga muncul opini bahwa Islam adalah agama teroris, dan istilah Jihad menjadi kambing hitam dan direduksi ke level yang paling rendah sebagai tindakan ‘terorisme’.
Di Indonesia sendiri, di era pemerintahan Megawati telah memilih untuk bergandengan tangan dengan Amerika Serikat untuk memberantas “terorisme” versi Bush itu. Sehingga berbagai aksi dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mulai memberangus tokoh-tokoh Islam yang dianggap ekstrim. Ingat saja kasus Ust. Abu Bakar Ba’asyir yang ditangkap secara tidak terhormat, dituduh teroris, dipenjara berbulan-bulan, diperlakukan tidak manusiawi di penjara tanpa bukti apa-apa.
Agenda-agenda media massa nasional pun ikut menjadikan wacana terorisme –yang sengaja disandingkan dengan wacana-wacana Jihad – sebagai isu utama. Lengkaplah sudah upaya untuk membentuk penyimpangan opini di masyarakat untuk mendefinisikan makna Jihad. Bukan lagi makna sebenarnya, namun makna versi Barat.
Bush pernah berpidato di Kongres AS pada 20 September 2001 di Islamic Center di Washington DC dengan maksud menggalang solidaritas umat Kristen dan Yahudi,”The terrorists directive commands them to kill Christians dan Jews.” Padahal dari penyataan Osama bin Laden sendiri tidak pernah ia mengatakan seperti itu. Ucapan Bush itu adalah fitnah yang menyulut kebencian terhadap umat Islam[1].
Monster di Balik Monster
Dibalik negara adi daya yang sombong bernama Amerika Serikat ini, ternyata ada campur tangan pihak-pihak lain dibelakang layar yang bersekongkol melawan Islam. Umat Yahudi di Amerika telah telah mendarah-daging tersebar menjadi penguasa-penguasa modal berwajah perusahaan-perusahaan multinasional. Tak heran jika ada berderet-deret nama perusahaan media massa terkenal di Amerika dan berskala internasional ternyata semuanya dimiliki dan dikuasai oleh orang-orang Yahudi.
Kekejaman Yahudi Israel yang tak pernah sekalipun diliput media Barat
Dalam sebuah situs yang membongkar strategi busuk Yahudi, terdapat kutipan semboyan yang selalu mereka pegang untuk menguasai Amerika Serikat; “Kita tidak sekedar memberikan pengaruh yang menentukan dalam sistem politik yang kita kehendaki serta kontrol terhadap pemerintah; kita juga melakukan kontrol terhadap pikiran dan jiwa anak-anak mereka”. (Sumber: www.soulpower.web.id)

The Hidden Mission

Berikut ini adalah kutipan misi bangsa Yahudi di seluruh dunia dalam upayanya menguasai dunia. Dalam Protokol Zionisme Internasional yang ke-12 disebutkan:
“Kita akan menangani Pers dengan cara sebagai berikut:
1. Kita harus menungganginya dan mengendalikannya dengan ketat. Kita juga harus melakukan hal yang sama dengan barang cetakan, karena kita perlu melepaskan diri kita dari serangan-serangan Pers, kalau kita tetap terbuka terhadap kecaman melalui pamflet dan buku-buku.
2. Tak boleh satupun pernyataan sampai ke masyarakat diluar pengawasan kita. Kita telah mencapai hal itu pada saat ini sampai pada suatu tingkat dimana semua berita disalurkan melalui kantor-kantor berita yang kita kendalikan dari seluruh bagian dunia.
3. Literatur dan jurnalisme merupakan dua kekuatan pendidikan yang sangat penting, dan karena itu pemerintah kita akan menjadi pemilik sebagian besar dari jurnal-jurnal yang ada. Kalau ada sepuluh jurnal swasta, maka kita harus memiliki tiga-puluh jurnal milik kita sendiri, dan seterusnya. Hal ini tidak boleh sampai menimbulkan kecurigaan di masyarakat, karena alasannya semua jurnal yang kita terbitkan akan diluar kecenderungan dan pendapat yang paling kontroversial, jadi kita membangun kepercayaan pada masyarakat dan menarik perhatian lawan-lawan kita yang tidak mencurigai kita, dan akan masuk perangkap kita dan membuat mereka tidak berbahaya.”
(isi ’Protokol Ke-12’)

Yahudi Suka ‘Main’ Monopoli

a. Monopoli Yahudi Atas Media Cetak
The New York Times, The Wall Street Journal dan The Washington Post, tiga surat-kabar kelas dunia ini adalah penentu arah pemberitaan serta pengambilan keputusan oleh tokoh-tokoh di seluruh ibukota negara di dunia. Mereka menentukan apa yang patut menjadi berita dan apa yang bukan, baik pada tingkat nasional maupun internasional. Mereka mampu menciptakan suatu berita disaat koran lain sekedar hanya menyalin dan meneruskannya ke seluruh penjuru dunia. Ketiga harian ini milik pemodal Yahudi, seperti juga koran-koran lain kini di Amerika Serikat dan di sebagian besar dunia. Keluarga Suzberger, seorang pemodal Yahudi yang menguasai The New York Times Company menguasai 36 buah perusahaan surat-kabar lainnya, dan duabelas majalah, termasuk McCall’s dan Family Circle. Pemilikan media cetak ini tidak berhenti hanya sampai koran yang memiliki pengaruh, tetapi bahkan sampai koran-koran kuning di New York, seperti the Daily News, dan the New York Post, yang dimiliki seorang milyarder Yahudi yang juga pengembang real-estate, Peter Kalikow. Koran ‘The Village Voice’ juga milik pribadi seorang pemodal Yahudi bernama Leonard Stern.
Ted Turner, Pemilik CNN
Hanya ada tiga majalah yang pantas dicatat di Amerika Serikat, Time, Newsweek, dan US News and World Report. Pimpinan eksekutif Time Worner Corporation adalah Steven Ross, dan orang ini pun seorang Yahudi. Ada tiga penerbit buku ukuran raksasa, Random House, Simon & Schuster, dan Time Inc. Book Co. Kesemuanya dimiliki oleh pemodal Yahudi. Pimpinan eksekutif Simon & Schuster ialah Richard Snyder, dan ketuanya Jeremy Kaplan, kedua-duanya orang Yahudi. Western Publishing ada pada peringkat paling atas, yang menerbitkan buku-buku untuk kanak-kanak, dengan pangsa pasar yang dikuasainya 50 % dari pangsa pasar buku untuk kanak-kanak yang ada di dunia. Ketua dan pimpinan eksekutifnya sekaligus ialah Richard Bernstein, seorang Yahudi. Jurubicara kaum Yahudi biasanya selalu menggunakan taktik menghindar. Mereka selalu mengatakan bahwa Ted Turner bukan orang Yahudi.
b. Monopoli Yahudi Terhadap Media Elektronik.
Kecenderungan deregulasi oleh pemerintah di seluruh dunia di bidang industri telekomunikasi menghasilkan bukannya persaingan yang kian meningkat, tetapi justeru gelombang pasang-naik merger perusahaan, disertai pengambil-alihan usaha pers yang menghasilkan multi-miliar dolar konglomerasi media. Dunia layar kaca, apakah dari suatu stasiun nasional atau melalui piringan satelit, atau saluran kabel, apakah film di gedung bioskop atau dalam bentuk VCD (video-cassette disc) di rumah; mendengarkan musik dari radio swasta niaga setempat, membaca koran, majalah, atau buku – sangat besar kemungkinannya informasi atau hiburan yang diterima tadi adalah produk atau didistribusikan oleh salah satu dari mega-usaha Yahudi di bawah ini:
Michael Eisner
Konglomerat media terbesar saat ini adalah Walt Disney Company, dimana pimpinan eksekutifnya, Michael Eisner seorang Yahudi. Kerajaan Disney dikepalai oleh seseorang yang oleh salah satu analis media disebutkan sebagai “tukang kontrol”, termasuk beberapa perusahaan produksi teve (Walt Disney Television, Touchstone Television, Buena Vista Television), jaringan teve kabelnya, termasuk di Indonesia, meliputi 14 juta pelanggan, dan dua perusahaan yang memproduksi video.
Dalam hal produksi film, the Walt Disney Pictures Group yang dikepalai oleh Joe Roth (juga seorang Yahudi), meliputi Touchstone Pictures, Hollywood Pictures, dan Caravan Pictures. Disney juga menguasai Miramax Films yang dipimpin oleh Weinstein bersaudara, orang Yahudi. Ketika Disney Company masih dipimpin oleh orang-orang non-Yahudi sebelum diambill alih oleh Eisner pada tahun 1948, film-filmnya lebih mengedepankan hiburan keluarga yang sehat. Meskipun masih memegang hak-cipta atas film-film semacam Snow White, tetapi di bawah Eisner film-film Disney memperluas produksinya pada film-film kekerasan dan sex secara mentah. Sebagai tambahan terhadap teve dan film, perusahaan itu menguasai juga Disneyland, Disney World, Epcot Center, Tokyo Disneyland, dan Euro Disney.
Disney setiap tahun menjual produk bernilai milyaran dolar dalam bentuk: buku, mainan anak-anak, dan pakaian. Pada bulan Agustus 1995, Eisner mengambil-alih jaringan Capital Cities/ABC, Inc., menciptakan sebuah kerajaan media dengan penjualan tahunan kira-kira $ 16,5 milyar. Capital Cities/ABC memiliki jaringan ABC Television Networks, yang selanjutnya menguasai sepuluh stasiun teve di New York, Chicago, Philadelphia, Los Angeles dan Houston. Anak perusahaan ABC Television di bidang teve kabel, ESPN, dikepalai oleh Steven Bernstein, yang juga seorang Yahudi. Perusahaan ini menguasai saham pemilikan Lifetime Television dan Arts & Entertainment Network Cable dengan jaringan tidak kurang dari 3.400 stasiun di seluruh dunia. Warner Music adalah perusahaan rekaman terbesar di dunia dengan menggunakan 50 buah merk dagang. Presiden komisaris dan direktur utamanya adalah Danny Goldberg. Stuart Hersh adalah ketua Warnervision, keduanya orang Yahudi. Dan jangan lupa CNN, siaran teve paling berpengaruh dengan jaringannya yang meliputi nyaris ke seluruh jagad, dikuasai oleh Ted Turner, yang juga orang Yahudi.
Harvey Weinstein, pemilik Miramax Films
Karenanya jangan heran bila siaran CNN mengenai negara-negara yang tidak sehaluan dengan Israel – terutama negara-negara Islam atau komunitas muslim – akan selalu diplintir. Orang-orang dengan wajah dan latar belakang Timur Tengah atau muslim senantiasa digambarkan sebagai “bandit”, bengis, culas, tidak dapat dipercaya dan berkubang dalam kegiatan terorisme. Demikian pula dengan jaringan media cetak, radio, teve milik Rupert Murdoch, yang juga seorang Yahudi. Murdoch mengkhususkan diri pada pers ‘kuning” dengan berita-berita yang ‘jalang’. Sasarannya ini tidak terlalu mengejutkan bila dikaitkan dengan missi dari Illuminati yang bertujuan untuk mengacaukan moral di kalangan masyarakat ‘goyyim’.
Dua perusahaan produksi film terbesar di dunia, MCA dan Universal Pictures, keduanya dimiliki oleh satu perusahaan, Seagram Co. Ltd. Pemilik Seagram adalahjuga raksasa produsen minuman keras, Edgar Bronman, yang menduduki jabatan sebagai ketua ‘World Jewish Congress’ (’Konggres Yahudi Sedunia’). Perusahaan yang pernah merajai dunia perfilman seperti Melvyn, Goodwyn, Meyer (MGM), yang diambil dari nama tiga-serangkai Yahudi. Meski tidak sebesar MCA, Universal atau MGM, tetapi perusahaan film ‘Dreamworks’ yang dikuasai oleh David Geffen, Steven Spielberg, dan Jeffry Killwnberg, dikenal dengan film-film mereka yang menggunakan manipulasi gambar yang memukau para penggemarnya di seluruh dunia.

Rupert Murdoch

Tiga siaran televisi terbesar di dunia, ABC, CBS, dan NBC, melalui merger kerajaan media-elektronika, ketiga siaran televisi ini tidak lagi independen. Kini ketiganya dibawah kontrol Yahudi: ABC dipimpin oleh Leonard Goldenson, CBS oleh Laurence Tisch, dan NBC oleh Robert Sarnoff. Selama beberapa dasawarsa ketiga siaran televisi ini dikelola dari puncak sampai ke bawah oleh orang-orang Yahudi, dengan demikian watak keyahudiannya tidak akan pernah berubah, meski pemilikannya di kemudian hari mungkin saja beralih tangan. Penampilan kepentingan Yahudi terutama sangat menonjol dalam dunia televisi, yang merupakan media yang paling mudah mempengaruhi pendapat dan sikap masyarakat. (Sumber: www.soulpower.web.id)

Media Massa Indonesia Terkontaminasi?

Sejak pemerintahan Gus Dur, Departemen Penerangan RI dibubarkan. Alasannya berkaitan dengan ketidaksukaan Gus Dur terhadap kehadiran semacam sarana propaganda resmi pemerintah yang berkuasa. Yang kedua, berkaitan dengan gagasan tentang perlunya kebebasan pers sebagaimana mestinya. Dan dalam kondisi tiadanya lembaga Penerangan Resmi Milik Negara maka kompetisi pihak swasta sangat dimungkinkan berkembang lebih semarak di Indonesia. Tak lama lagi, industri media, baik cetak atau televisi, akan dipenuhi oleh modal, konsultan, dan bahkan pekerja dari luar negeri. Perusahaan-perusahaan besar dibidang penyiaran yang semula dikuasai pengusaha lokal seperti RCTI, SCTV, INDOSIAR dan lain-lain , juga akan berganti majikan dan dimiliki pemodal asing.
Dari investor asing yang paling siap dan yang pasti tidak akan melepaskan kesempatan terbukanya investasi di bidang informasi yang memiliki pasar menjanjikan di Indonesia adalah para pemain dari jaringan yang sudah kuat dan dominan di dunia yaitu jaringan yang dimilik orang-orang Yahudi. Apalagi Gus Dur mempunyai keinginan membuka jalur perdagangan dengan bangsa Israel. Cocok iwak ndok dengan keinginan jaringan raja media milik orang-orang Yahudi untuk membuka pasar di Indonesia
I. STUDI DAN ANALISIS KASUS
Kasus-Kasus Penyimpangan Makna Jihad di Media Massa Nasional
a. Kasus Jihad Versi Majalah Tempo
Majalah Tempo pernah menanggapi maraknya aksi rencana jihad ke Afghanistan untuk melawan Amerika Serikat. Pada tanggal 7 Oktober 2001, majalah Tempo membuat kover dengan judul singkat: “JIHAD?” dan laporan utamanya berjudul “Seruan Jihad Setengah Nada”. Pada kalimat pertama berita utama itu berbunyi,”Ada seruan dan pendaftaran untuk berjihad di Afghanistan, tapi biasanya hanya ‘gertak sambal’.”
Majalah Tempo terkesan sinis terhadap berbagai gerakan umat Islam di Indonesia untuk melawan kebijakan-kebijakan Amerika Serikat. Hal itu bisa dilihat dalam kolom “Opini” pada halaman 17-18 edisi 7 Oktober 2001. Disitu, Tempo menuliskan,
“Bagi mereka yang belakangan ini sibuk mendaftar untuk berjihad, ada baiknya membuka kembali kitab-kitab lama. Utamanya adalah kisah Ali bin Abi Thalib, khalifah terakhir dan kelaigus menantu Nabi Muhammad saw.. Ada sejumlah kejadian yang layak untuk menjadi renungan.
Alkisah, dalam sebuah peperangan, Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a. bertarung dengan seorang musuh. Lawan yang berniat menghancurkan Islam itu bisa dipukul jatuh dan Khalifah Ali pun siap menetakkan pedang untuk menghabisi seterunya itu. Namun tanpa diduga. Sang seteru malah meludahi muka Khalifah Ali sehingga menyalakan api kemarahan pahlawan Islam ini. Tentu saja semangatnya untuk menghabisi musuh semakin berkobar. Tapi, sebelum pedang diayunkan; Khalifah Ali mengucapkan istighfar dan mengurungkan sabetan pedangnya. Lawan yang sudah tanpa daya itu dibiarkannya tetap hidup.”

Belakangan ketika ditanya para pengikutnya sosok yang dikenal gagah berani ini menjelaskan mengapa ia tidak jadi membunuh. Khalifah Ali bin Abi Thalib khawatir jika ia menewaskan seseorang bukan karena membela Islam melainkan sekedar pemuas kemurkaannya. Membunuh karena marah adalah dosa besar, sekalipun yang dibunuh adalah orang jahat. Islam adalah ajaran damai dan hanya melakukan kekerasan untuk membela diri.”
Banyak hal yang bisa dilihat dari kutipan kolom “Opini” di Tempo itu. Jika dilihat dari sisi kaidah dalam jurnalistik, yang paling utama dalam menyajikan berita adalah akurasi fakta, bukan opini yang dikembangkan berdasarkan fakta tersebut. Apalagi ada beberapa fakta yang jelas-jelas salah yang dituliskan oleh Tempo. Misalnya, sebutan Tempo bahwa Ali bin Abi Thalib adalah khalifah terakhir. Anggapan ini jelas-jelas salah sebab sepeninggal Ali masih banyak khalifah kaum muslimin, bahkan ada yang dikenal sebagai khalifah yang adil dan sangat berjasa dalam perkembangan Islam. Hal ini membuktikan bahwa Tempo sangat minim pengetahuannya tentang sejarah Islam.
Ungkapan Tempo bahwa “membunuh karena marah adalah dosa besar, sekalipun yang dibunuh adalah orang jahat” dan bahwa “Islam adalah ajaran damai dan hanya melakukan kekerasan untuk membela diri” belum tentu benar kalau pernah diucapkan oleh Ali bin Abi Thalib. Sikap Ali bin Abi Thalib dalam kisah tersebut memang menunjukkan tingkat ketinggian ketaqwaannya. Akan tetapi, dalam peperangan tidak ada larangan untuk membunuh musuh. Apa benar Islam hanya melakukan kekerasan kalau diserang? Tidak. Kita bisa membaca sejarah seluruh peperangan yang dilakukan oleh Nabi saw. Nabi tidak selalu menunggu diserang lebih dahulu ketika mengangkat bendera peperangan. Semestinya kalau logika ini dipakai oleh umat Islam, tidak ada dalam sejarah pasukan Thariq bin Ziyad yang bisa menaklukkan sebagian besar benua Eropa.
Sejumlah pihak di Indonesia sering kali menyatakan bahwa tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan. Kampanye bahwa Islam adalah agama perdamaian dan tidak mengahalalkan kekerasan, dilakukan dengan gencar, padahal agama Islam ini tidak bisa dilihat dari satu sisi saja. Dalam sejarah Islam, Ali bin Abi Thalib kadang tampil sangat lembut, tetapi dalam kasus lain, beliau bersikap sangat tegas dan keras. Contohnya dalam kasus hukuman terhadap pelaku homoseksual, Ali bin Abi Thalib berpendapat, “Pelaku homoseksual harus dibakar dengan api.” Khalifah Abu Bakar yang dikenal sangat santun dan lembut pun, juga menyetujui pendapat Ali itu.[2]
Tempo dalam menggambar sifat Islam hanya mengambil contoh-contoh yang sepotong-sepotong saja pada satu atau dua tokoh muslim. Padahal dalam menghadapi kaum non-muslim, Nabi Muhammad saw. juga memiliki banyak sisi, tergantung kepada siapa yang dihadapi. Terhadap orang non-muslim yang tidak memusuhi Islam dan tunduk dibawah pemerintahan Islam, Rasulullah saw. bersikap sangat baik. Beliau katakan “Barang siapa menyakiti seorang dzimmi[3], sungguh ia menyakitiku, dan barangsiapa menyakitiku, berarti ia menyakiti Allah.”[4]
Tuduhan Tempo bahwa sebagian umat Islam telah melenceng menggunakan makna jihad, sangat tidak beralasan. Penggalangan seluruh kekuatan fisik, peralatan perang, harta, dan sebagainya untuk menghadapi musuh-musuh umat Islam justru hal yang sangat diperintahkan oleh ajaran Islam.
Masalah jihad ini sudah banyak dibahas dalam kitab-kitab tafsir, hadits, dan fikih Islam. Jihad yang tertinggi tingkatannya adalah jihad di medan perang, sehingga orang yang meninggal di medan jihad disebut dan diperlakukan sebagai syahid. Ada perlakuan khusus terhadap jenazah syahid, seperti tidak perlu dimandikan.
Selain itu, Tempo juga menulis, “Ironisnya, cara Islami justru sudah ditunjukkan oleh kalangan non-muslim. Pendekatan yang dilakukan presiden Bush di Amerika Serikat, Toni Blair dan Pangeran Charles di Inggris, dan pimpinan negara non-Islam lainnya kepada masyarakat muslim setempat adalah kasus nyata.”
Menurut analisis penulis, penyataan yang dibuat Tempo ini sangatlah aneh, sepertinya sengaja membutakan diri terhadap berbagai aksi kejahatan yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan kawan-kawannya di Palestina, Irak, Libya, dan sebagainya. Belum lagi ribuan kasus penganiayaan, pembunuhan, dan pelecehan terhadap kaum muslim yang terjadi di Amerika. Tempo terang-terangan telah melakukan pengkultusan terhadap Amerika Serikat dengan menyebarkan fitnah-fitnah untuk menjatuhkan martabat umat Islam.
b. Terorisme Versi Kedubes AS dan Tempo
Pada akhir tahun 2001, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menyebarkan sebuah pamflet yang berjudul “Jaringan Teroris”. Pamflet itu disebarkan secara luas oleh Kedubes AS di Jakarta ke berbagai kalangan umat Islam dan media massa. Jika diteliti, pamflet itu berisi kebohongan dan propaganda untuk membela kepentingan AS. Di awal pamflet tertulis,”Kedutaan Besar AS menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada TEMPO atas kerjasamanya dalam proyek ini.”
Di awal pamflet ini ada tulisan seorang bernama Donald K. Emmerson yang secara terang-terangan melakukan pembelaan terhadap kebijakan politik AS di Palestina dan di beberapa negara lainnya. Pimpinan Redaksi Majalah Tempo, Bambang Harimurti memberikan klarifikasi bahwa secara kelembagaan maupun perorangan, Tempo tidak terlibat dalam pembuatan pamflet tersebut, namun Tempo memang memberikan izin kepada Kedubes AS untuk memuat secara utuh kolom Donald K. Emmerson dalam pamflet tersebut. Bambang mengatakan,”Perlu saya jelaskan bahwa di majalah Tempo berlaku kebijakan umum untuk memberikan izin kepada pihak-pihak yang ingin mengutip isi majalah Tempo yang telah terbit selama menjelaskan sumbernya dengan jelas.”
Dalam pamflet tersebut banyak mengandung kebohongan, Donald jelas-jelas membela Amerika dengan membantah bahwa politik luar negeri AS sangat anti-Islam serta mengatakan bahwa campur tangan AS di Palestina adalah bentuk kepedulian untuk mencari jalan damai antara Israel-Palestina.
Menurut Paul Findley, tindakan AS yang setia mendukung Israel adalah bentuk hubungan yang membahayakan masa depan AS sendiri. Dia mengatakan,”AS memberikan dukungan, yang tanpa dukungan itu, israel tidak akan mampu melanjutkan penindasan atas hak asasi manusia dan ekspansi wilayahnya.[5]
Yang lebih berbahaya lagi, pamflet itu mengutip sejumlah ulama Islam secara sepotong-sepotong sehingga menimbulkan kesan bahwa ulama itu mendukung kebijakan anti-terorisme AS. Yang menjadi korban kutipan itu adalah Yusuf Qaradhawy, “Islam adalah agama yang toleran, yang menempatkan jiwa manusia dalam rasa hormat yang tinggi dan menganggap serangan terhadap orang yang tak bersalah sebagai dosa yang sangat besar…” (hlm. 2). Di halaman 19 ditulis,”Syekh Yusuf al-Qaradhawy asal Qatar telah mengutuk serangan teroris dan berkata sudah menjadi tugas kaum muslimin untuk menyeret para pelaku kejahatan itu untuk diadili.”
Pamflet ini sangat tidak jujur dalam mengutip pendapat Yusuf Qaradhawy, seolah Qaradhawy bersikap pro-AS, padahal dalam salah satu wawancara dengan TV Al-Jazeera, Qaradhawy mengharamkan tindakan yang mendukung seragan terhadap negeri muslim. Dia berkata,”Seorang muslim harus memiliki kemuliaan dan harga diri di hadapan AS, tidak menolong dan membantu AS untuk menyerang saudara-saudara mereka kaum muslimin, atau membantu memberi data dan petunjuk bagi AS, dan membuka semua rahasia saudaranya untuk mencapai kekuasaan.”[6]
Bahkan Qaradhawy pernah berfatwa bahwa bom syahid bagi pejuang Palestina untuk menghancurkan markas-markas Israel adalah sebuah aksi syahadah. Sedangkan Israel dan AS menyebutnya sebagai aksi terorisme. Artinya Qaradhawy tak pernah punya indikasi dalam statemen-statemennya untuk membela AS dan musuh-musuh Islam lainnya.
Menyimak fakta-fakta seperti itu, maka pencantuman nama Qaradhawy adalah tindakan tidak fair dan menyesatkan opini masyarakat. Memanipulasi fatwa dengan mengambilnya sepotong-sepotong untuk dimaknai yang tidak semestinya untuk membela kepentingan Amerika. Mereka bertujuan untuk membutakan pembaca terhadap aksi-aksi kejam AS di Afghanistan, Palestina, Irak, Iran, Afsel, dll. Prof. Noam Chomsky, seorang pakar linguistik dari MIT pernah mengomentari serangan AS ke Afghanistan bahwa itu merupakan tindakan terorisme yang lebih kejam dari serangan 11 September 2001.[7]
c. Hubungan Jawa Pos dengan Paham Islam Liberal
Koran Jawa Pos ternyata juga memiliki akses yang jika ditelusuri lagi sangat dekat dengan opini-opini bentukan Barat tentang ke-Islaman. Lihat saja rubrik ”Kajian Utan Kayu” di halaman 4 harian Jawa Pos yang terbit tiap Minggu sekitar pertengahan tahun 2001. Malah, pada bulan Ramadhan tahun itu, terbit tiap hari dengan tajuk ”Telaah Ramadhan”. Rubrik itu merupakan hasil kerja sama Kajian Islam Utan Kayu, Jakarta, dengan Jawa Pos dalam rangka kampanye Islam Liberal.
Perlu dijelaskan bahwa Islam Liberal adalah suatu paham yang mengaku beragama Islam namun mengadopsi pemikiran-pemikiran liberalisme ala Barat. Mereka tergabung dalam sebuah organisasi bernama Jaringan Islam Liberal (JIL). Sebagian besar aktivis-aktivis mereka selalu “salah jurusan” dalam belajar mengenai Islam, karena mereka menimba ilmu Islam bukan di negara-negara Timur Tengah tapi malah ke Amerika Serikat. Bukan ke ulama-ulama yang menjadi rujukan Islam yang benar, tapi malah ke para pakar Filsafat Barat yang non-muslim dan bisa dipastikan kesesatannya.
Kedekatan Jawa Pos dengan Islam Liberal dengan maksud menyebarkan ajarannya memang sudah bukan rahasia lagi. Ketika sedang gencar-gencar wacana jihad dan terorisme diberedar di mana-mana, seringkali dalam berbagai kajiannya berusaha mempropagandakan bahwa Islam itu agama yang damai, toleran, tidak suka kekerasan, bersaudara dengan non-muslim bahkan dalam prakteknya mereka menjunjung tinggi martabat orang-orang non-muslim. Media massa seperti Jawa Pos ikut mengamini pendapat-pendapat seperti itu sebagaimana Majalah Tempo pada contoh kasus sebelumnya.
d. Dampak Lain Manipulasi dan Kontrol Media Barat
Sisi lain propaganda anti-Islam media-media massa Barat pasca tragedi 11 September adalah makin gencarnya aksi pelecehan terhadap simbol-simbol agama Islam, bukan hanya masalah Jihad. Mereka berusaha memperburuk wajah Islam di mata kalangan non-muslim dengan cara menghina ajaran Islam dan menjadikannya sebagai lelucon. Contoh nyata adalah banyaknya kartun/karikatur Nabi Muhammad saw. di berbagai situs internet milik Barat dan komik-komik yang melecehkan Jihad yang juga banyak ada di situs-situs mereka. Untungnya, pelecehan semacam itu justru memunculkan hasil yang sebaliknya bahkan justru kian meningkatkan ketertarikan sebagian publik Barat terhadap Islam. Propaganda anti-Islam media-media Barat ini tidak sepenuhnya melemahkan keimanan masyarakat muslim terhadap agamanya, tapi disisi lain malah memperkuat solidaritas umat Islam sendiri. Di mata dunia Islam, propaganda anti-Islam semacam itu merupakan bukti permusuhan Barat, khususnya Amerika Serikat terhadap masyarakat muslim. Berdasarkan hasil jajak pendapat beberapa tahun terakhir ini, tingkat kebencian masyarakat muslim di berbagai negara terhadap pemerintah AS semakin meningkat.
II. PENUTUP
Ternyata sadar atau tidak kita sadari, media Barat yang ditunggangi oleh kepentingan Yahudi telah banyak mempengaruhi media massa di Indonesia. Mereka ikut mengekor pada aksi-aksi manipulasi-manipulasi berita demi kepentingan-kepentingan tertentu. Bahkan tidak jarang melemparkan isu-isu dan fitnah yang kejam terhadap umat Islam. Semoga dengan analisis ini bisa memberikan manfaat dan pengetahuan bagi siapa saja yang mempelajari dan mengamati media massa. Yang mana media massa bisa saja digunakan untuk aksi-aksi manipulasi dan kontrol untuk kepentingan-kepentingan tertentu.
III. DAFTAR PUSTAKA
As-Sahamrani, As’ad. Menyingkap Terorisme Dunia: Studi Literer-Empiris Atas Doktrin Ideologis Aksi Terorisme. Era
Intermedia, 2005.
Al Banna, Shofwan. Palestine: Emang Gue Pikirin?. Pro-You Media, Tanpa Tahun.
Dumyathi Bashori, Ahmad. Osama bin Laden Melawan Amerika. Mizan, 2000.
Husaini, Adian. Penyesatan Opini: Sebuah Rekayasa Mengubah Citra. Gema Insani, 2002.
Ridyasmara, Riski. Data dan Fakta Yahudi Di Indonesia: Era Reformasi. Pustaka Al-Kautsar, 2008.
Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah.
Situs :
www.eramuslim.com
www.soulpower.web.id
www.infopalestina.com
www.hidayatullah.com
[1] Penyesatan Opini: Sebuah Rekayasa Mengubah Citra, hlm. 8
[2] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Bab “Homoseks”.
[3] Sebutan untuk orang non-muslim yang ada di bawah naungan negara Islam.
[4] Hadits riwayat Thabrani
[5] Paul Findley, Deliberate Deceptions-Facing the Facts about the US-Israeli Relationship (1993), hlm.236.
[6] www.eramuslim.com
[7] Koran Tempo, 12 Nopember 2001.